
Arem-Arem Oncom: Jajanan Gurih untuk Bekal Praktis – Bicara soal jajanan tradisional Nusantara, sulit rasanya melewatkan arem-arem, makanan yang tampak sederhana namun sarat makna dan cita rasa. Arem-arem adalah salah satu bentuk evolusi dari lemper, yakni makanan berbahan dasar beras atau ketan yang diisi lauk gurih, lalu dibungkus daun pisang dan dikukus hingga matang. Bedanya, arem-arem biasanya menggunakan beras biasa (bukan ketan), teksturnya lebih lembut, dan isiannya lebih beragam, mulai dari daging ayam, tempe, sayuran, hingga oncom, bahan khas dari tanah Sunda yang unik dan kaya rasa.
Arem-arem oncom menjadi salah satu varian yang paling populer, terutama di daerah Jawa Barat. Oncom sendiri merupakan hasil fermentasi ampas kedelai (ampas tahu) atau bungkil kacang tanah, yang kemudian difermentasi menggunakan jamur Neurospora intermedia. Dari sinilah muncul warna oranye khas dan aroma harum yang menggoda. Meskipun terlihat sederhana, oncom mengandung banyak protein nabati dan serat, menjadikannya alternatif lauk yang sehat dan terjangkau.
Dalam filosofi kuliner Jawa dan Sunda, makanan seperti arem-arem mencerminkan nilai-nilai kesederhanaan, kebersamaan, dan kepraktisan. Bentuknya yang mungil dan mudah dibawa menjadikannya pilihan populer untuk bekal perjalanan, acara selamatan, maupun camilan sore hari. Tak hanya itu, bungkus daun pisang yang digunakan bukan sekadar pembungkus, melainkan simbol “kesatuan rasa”—menjaga aroma, kelembapan, serta menambah sentuhan alami yang tak bisa digantikan oleh plastik atau aluminium foil.
Secara historis, arem-arem sudah dikenal sejak masa kolonial sebagai makanan rakyat yang mudah dibuat dan tahan lama. Di masa itu, masyarakat pedesaan sering menyiapkan arem-arem untuk bekal ke sawah atau ladang. Isian oncom menjadi pilihan ekonomis namun tetap menggugah selera karena proses fermentasinya menciptakan rasa gurih alami yang kaya umami. Bahkan hingga kini, aroma khas arem-arem oncom yang baru diangkat dari kukusan masih mampu membangkitkan nostalgia masa kecil banyak orang Indonesia.
Bahan, Teknik Pembuatan, dan Keunggulan Gizi
Meskipun tampil sederhana, arem-arem oncom adalah contoh sempurna dari harmoni rasa dan teknik kuliner tradisional. Ada tiga elemen utama yang membuatnya istimewa: nasi, isi oncom, dan daun pisang. Mari kita bahas satu per satu.
1. Komponen Dasar: Beras dan Santan
Beras yang digunakan untuk membuat arem-arem biasanya adalah beras jenis medium yang tidak terlalu pera dan tidak terlalu pulen. Tekstur nasi yang dihasilkan harus cukup lembut agar mudah dibentuk namun tetap padat saat dikukus.
Langkah pertama adalah menanak beras dengan campuran santan, garam, dan daun salam. Santan memberikan rasa gurih alami dan aroma yang lembut, sementara daun salam menambahkan aroma tradisional yang khas. Proses memasak nasi ini tidak dilakukan hingga benar-benar matang seperti nasi biasa—cukup setengah matang agar nanti saat dikukus, nasi menyatu dengan baik dan menyerap aroma daun pisang.
2. Isian Oncom: Kaya Rasa dan Gizi
Isian adalah “jiwa” dari arem-arem, dan dalam varian ini, oncom menjadi bintang utamanya. Oncom diolah dengan cara ditumis bersama bumbu-bumbu tradisional seperti bawang merah, bawang putih, cabai, daun bawang, dan kencur. Kencur berperan penting dalam memberikan aroma khas “Sunda banget” yang membedakan arem-arem oncom dari isian lainnya.
Selain menambah cita rasa, oncom juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Setiap 100 gram oncom mengandung sekitar:
- 12–14 gram protein nabati
- 7–10 gram serat
- Mineral seperti kalsium, fosfor, dan zat besi
- Vitamin B kompleks hasil dari proses fermentasi
Menariknya, fermentasi pada oncom juga meningkatkan kadar enzim dan probiotik alami yang baik untuk sistem pencernaan. Jadi, meski sederhana, arem-arem oncom adalah camilan yang benar-benar bergizi.
3. Bungkus Daun Pisang: Aroma dan Estetika Alami
Daun pisang bukan hanya pembungkus, tetapi juga elemen penting yang menentukan aroma dan tekstur akhir arem-arem. Ketika dikukus, minyak alami pada daun pisang menyerap ke dalam nasi, menghasilkan aroma wangi yang lembut dan khas.
Untuk membungkusnya, biasanya digunakan daun pisang yang agak tua, karena lebih lentur dan tidak mudah robek. Sebelum digunakan, daun pisang dipanaskan sebentar di atas api atau disiram air panas agar tidak pecah saat digulung.
Setelah nasi dan isi oncom disusun di tengah, gulungan daun pisang dikencangkan dan kedua ujungnya dilipat atau disemat menggunakan lidi. Arem-arem yang sudah dibungkus kemudian dikukus selama 30–40 menit hingga matang sempurna.
4. Keunggulan Gizi dan Kepraktisan
Arem-arem oncom termasuk jajanan yang rendah lemak jenuh, tinggi serat, dan memiliki keseimbangan antara karbohidrat dan protein nabati. Kombinasi nasi dan oncom memberikan energi yang cukup untuk aktivitas sehari-hari, sementara bungkus daun pisang menjadikannya ramah lingkungan serta mudah dibawa ke mana pun.
Inilah yang membuat arem-arem oncom sangat cocok dijadikan bekal sekolah, kantor, atau perjalanan jauh. Tidak mudah basi, tidak berantakan, dan tetap lezat meski dimakan tanpa dipanaskan ulang.
Ragam Variasi dan Inovasi Modern Arem-Arem Oncom
Meski arem-arem tradisional selalu memiliki tempat di hati masyarakat, tren kuliner modern menghadirkan berbagai inovasi yang membuatnya semakin menarik. Beberapa di antaranya bahkan mampu menjangkau generasi muda yang sebelumnya kurang familiar dengan makanan tradisional.
1. Arem-Arem Oncom Pedas Keju
Varian ini menambahkan parutan keju dan potongan cabai rawit ke dalam tumisan oncom. Rasa pedas dan gurih keju berpadu dengan aroma fermentasi oncom menciptakan sensasi yang lebih modern. Varian ini populer di kafe-kafe bertema tradisional modern di Bandung dan Jakarta.
2. Arem-Arem Oncom Panggang
Alih-alih dikukus, versi ini dibakar sebentar di atas arang setelah proses pengukusan. Hasilnya adalah aroma asap yang menggoda, mirip seperti pepes, dengan tekstur luar daun yang sedikit kering.
3. Arem-Arem Oncom Vegan Organik
Untuk penggemar gaya hidup sehat, beberapa produsen rumahan kini membuat versi organik dengan beras merah, santan rendah lemak, dan oncom dari kedelai organik. Selain lebih tinggi serat, tampilannya juga unik dengan warna beras merah yang kontras dengan isian oranye.
4. Arem-Arem Mini untuk Sajian Acara
Inovasi lain yang kini populer adalah versi mini bite-sized untuk acara formal seperti seminar, rapat, atau pesta. Arem-arem kecil ini biasanya hanya berukuran dua jari, dikemas dalam wadah bambu atau mika estetik, menjadikannya hidangan tradisional yang tetap elegan di meja jamuan modern.
5. Arem-Arem Frozen Ready to Eat
Di era serba cepat, beberapa UMKM mulai menjual arem-arem oncom beku (frozen food) yang tinggal dikukus atau dipanaskan di microwave. Dengan kemasan vakum dan teknologi pembekuan cepat, cita rasa dan aroma daun pisang masih bisa dipertahankan hingga berbulan-bulan.
Peran Sosial dan Budaya Arem-Arem Oncom di Masyarakat
Arem-arem oncom bukan hanya soal rasa; ia juga bagian dari identitas sosial dan budaya. Dalam tradisi masyarakat Sunda dan Jawa, arem-arem sering disajikan dalam berbagai acara penting—dari syukuran, hajatan, arisan, hingga upacara adat.
Simbolisme di balik arem-arem cukup menarik. Bentuknya yang padat melambangkan kekompakan dan kebersamaan, sedangkan isiannya yang tersembunyi di balik bungkus daun pisang diartikan sebagai nilai kebaikan yang tidak perlu ditonjolkan secara berlebihan—“sembunyikan rasa dalam kebaikan”, begitu kira-kira filosofi yang melekat.
Selain itu, arem-arem juga menjadi bukti bagaimana kuliner tradisional mampu bertahan di tengah modernisasi. Di saat makanan cepat saji mendominasi pasar, kehadiran jajanan seperti arem-arem oncom menunjukkan bahwa resep turun-temurun masih relevan jika dikemas secara inovatif.
Kini, di berbagai kota besar seperti Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya, muncul banyak usaha kuliner yang mengangkat kembali arem-arem sebagai ikon lokal. Mereka menghadirkan varian rasa baru, kemasan yang menarik, bahkan menggandeng barista untuk menyajikannya bersama kopi lokal—menciptakan perpaduan nostalgia dan tren modern yang menarik.
Bahkan dalam konteks sustainabilitas lingkungan, arem-arem memiliki nilai positif karena menggunakan bahan alami dan minim limbah plastik. Daun pisang yang terurai secara hayati serta bahan lokal yang mudah didapat menjadikannya contoh nyata kuliner ramah lingkungan.
Kesimpulan
Arem-arem oncom bukan sekadar jajanan tradisional—ia adalah potret kuliner yang menyatukan cita rasa, nilai budaya, dan kearifan lokal dalam satu bungkus daun pisang. Di balik kesederhanaannya, tersimpan filosofi mendalam tentang kesetiaan pada tradisi, kebersamaan, dan kecintaan pada hasil bumi.
Melalui kombinasi nasi gurih dan tumisan oncom yang kaya bumbu, arem-arem menghadirkan rasa autentik yang tak lekang oleh waktu. Tak hanya itu, kepraktisan bentuk dan daya tahannya menjadikannya pilihan ideal untuk bekal atau camilan di berbagai kesempatan.
Di tengah maraknya makanan modern dan impor, arem-arem oncom membuktikan bahwa warisan kuliner lokal masih bisa relevan dan bersaing, bahkan ketika dikemas dengan cara yang lebih kekinian. Baik dinikmati hangat di rumah, dibawa ke kantor, atau dijual dalam kemasan modern, satu hal yang pasti: setiap gigitan arem-arem oncom menghadirkan kehangatan rasa dan kenangan masa kecil yang tak tergantikan.