
Pabetot Bakakak Hayam: Makna Filosofis Tarik Menarik Ayam Utuh dalam Pernikahan Sunda – Dalam setiap budaya di Nusantara, pernikahan bukan hanya peristiwa sosial, tetapi juga ruang sakral yang dipenuhi simbol dan makna mendalam. Di tanah Sunda, salah satu tradisi yang paling menarik perhatian adalah Pabetot Bakakak Hayam, sebuah prosesi unik di mana pasangan pengantin menarik ayam bakar utuh dari dua sisi. Meski terlihat sederhana, ritual ini menyimpan filosofi yang dalam mengenai kebersamaan, keseimbangan, dan rezeki dalam kehidupan rumah tangga.
Bagi masyarakat Sunda, pernikahan bukan sekadar penyatuan dua insan, melainkan juga dua keluarga, dua pandangan hidup, dan dua perjalanan yang disatukan dalam satu tujuan. Melalui simbol ayam bakar utuh yang ditarik bersama, terdapat pesan moral yang diwariskan turun-temurun — bahwa kehidupan berumah tangga membutuhkan kerjasama, kesabaran, dan keikhlasan dalam berbagi.
Tradisi ini masih sering dijumpai dalam upacara adat Sunda modern, baik di pedesaan maupun di kota besar. Meski zaman berubah, maknanya tetap relevan: sebuah peringatan agar cinta tidak hanya dibangun di atas rasa, tetapi juga tanggung jawab dan kebersamaan.
Asal-Usul dan Proses Tradisi Pabetot Bakakak Hayam
Istilah pabetot berasal dari kata “betot” yang berarti menarik, sementara bakakak hayam berarti ayam panggang utuh yang dibelah dari bagian dada dan disajikan lengkap dengan sayap, paha, serta kepala. Dalam tradisi ini, kedua mempelai duduk berhadapan dan secara bersamaan menarik kedua sisi ayam panggang tersebut — kanan dan kiri — hingga terbelah menjadi dua bagian.
Ayam yang digunakan bukan ayam biasa. Biasanya dipilih ayam kampung jantan yang sehat dan dimasak dengan cara dibakar menggunakan bumbu khas Sunda seperti kemiri, ketumbar, bawang merah, bawang putih, dan lengkuas. Sajian ini melambangkan keutuhan rezeki dan cita rasa kehidupan yang akan dijalani bersama.
1. Simbol Ayam sebagai Lambang Kehidupan
Ayam dalam budaya Sunda memiliki makna yang kompleks. Ia dianggap sebagai simbol kesiapan, tanggung jawab, dan ketangguhan. Seekor ayam jantan selalu bangun pagi, membangunkan kehidupan, dan siap menghadapi hari baru. Dalam konteks pernikahan, ayam menjadi lambang pasangan yang siap membangun rumah tangga dengan semangat dan kerja keras.
Selain itu, bentuk ayam yang utuh menyiratkan keutuhan dan kesatuan dalam pernikahan. Tidak ada bagian yang terbuang, sebagaimana diharapkan suami dan istri untuk saling melengkapi tanpa meniadakan peran masing-masing.
2. Makna Tarik-Menarik: Ujian dan Keseimbangan
Saat ayam ditarik dari dua sisi, keduanya tentu mengerahkan tenaga agar mendapatkan bagian yang lebih besar. Namun, siapa pun yang mendapatkan bagian besar tidak dianggap “pemenang”. Justru, dalam filosofi Sunda, hal itu diartikan sebagai tanggung jawab yang lebih besar.
Pabetot Bakakak Hayam mengajarkan bahwa dalam rumah tangga, rezeki, kebahagiaan, dan tanggung jawab harus dibagi secara seimbang. Kadang satu pihak mendapat lebih banyak beban, sementara yang lain memberi dukungan. Namun, keduanya tetap harus saling menjaga keseimbangan agar hubungan tetap harmonis.
Makna ini sejalan dengan falsafah Sunda:
“Silih asih, silih asah, silih asuh.”
Yang berarti saling mencintai, saling mengingatkan, dan saling menjaga — tiga nilai utama dalam kehidupan berumah tangga yang kokoh.
Nilai Filosofis dan Pesan Moral dalam Kehidupan Modern
Bagi sebagian orang, tradisi Pabetot Bakakak Hayam mungkin tampak sebagai simbol yang kuno. Namun jika ditelusuri lebih dalam, makna yang terkandung di dalamnya sangat relevan dengan tantangan kehidupan modern.
Di era di mana pernikahan sering kali dihadapkan pada ego, kesibukan, dan tekanan ekonomi, filosofi dari tarik menarik ayam ini bisa menjadi pengingat akan keseimbangan dan keikhlasan.
1. Pembagian Peran dalam Rumah Tangga
Salah satu pesan utama dari tradisi ini adalah pentingnya kerjasama dalam membangun rumah tangga. Tidak ada yang sepenuhnya menang atau kalah; suami dan istri harus saling membantu dalam segala hal — mulai dari mencari nafkah hingga mengurus keluarga.
Ketika ayam ditarik bersama, momen itu menjadi simbol komitmen untuk berbagi beban dan tanggung jawab secara adil. Dalam kehidupan modern, hal ini mencerminkan pentingnya komunikasi dan empati dalam menghadapi masalah rumah tangga.
2. Rezeki dan Keberkahan yang Dibagi
Bagian ayam yang didapat masing-masing pengantin juga diartikan sebagai pertanda tentang pembagian rezeki. Namun, bukannya menilai siapa yang lebih banyak atau sedikit, tradisi ini menekankan bahwa apa pun hasilnya, harus disyukuri bersama.
Filosofi ini mengajarkan bahwa keberkahan tidak diukur dari banyaknya materi, tetapi dari kebersamaan dan keikhlasan dalam membagi hasil. Dalam konteks kehidupan modern, pesan ini sangat kuat — terutama di tengah gaya hidup yang sering menilai kebahagiaan dari harta dan pencapaian.
3. Simbol Keteguhan dan Kesabaran
Menarik ayam utuh tentu tidak mudah. Dagingnya kuat, dan membutuhkan tenaga serta kesabaran agar terbagi. Hal ini mencerminkan bahwa pernikahan pun membutuhkan usaha dan kesabaran dari kedua belah pihak.
Tidak semua hal berjalan sesuai keinginan, namun dengan saling menahan dan berjuang, hubungan akan tetap utuh. Di sinilah letak keindahan makna Pabetot Bakakak Hayam: bukan siapa yang lebih kuat, tetapi siapa yang lebih sabar dan tulus dalam bertahan.
Kesimpulan
Tradisi Pabetot Bakakak Hayam bukan sekadar ritual simbolik dalam pernikahan adat Sunda, melainkan cermin dari filosofi hidup orang Sunda yang penuh keseimbangan, kebersamaan, dan kesederhanaan. Lewat tarik-menarik ayam bakar utuh, masyarakat Sunda menanamkan pesan abadi: bahwa kehidupan berumah tangga tidak selalu mudah, tetapi dengan kesabaran dan saling pengertian, segalanya bisa dijalani bersama.
Ayam utuh yang dibakar menjadi lambang rezeki yang utuh, sementara proses menariknya adalah ujian — tentang siapa yang rela berbagi, siapa yang mampu menahan ego, dan siapa yang siap bertanggung jawab lebih besar.
Dalam dunia modern yang semakin individualistis, tradisi ini mengingatkan bahwa kekuatan sejati dalam hubungan bukanlah soal siapa yang menang, tetapi siapa yang mau bertahan dan berkompromi.
Pabetot Bakakak Hayam mengajarkan kita bahwa pernikahan bukan sekadar ikatan cinta, melainkan perjalanan panjang dua insan yang belajar menjadi satu — saling menopang, saling menghargai, dan saling berbagi dalam setiap potongan kehidupan, sama seperti dua tangan yang menarik ayam bakar dengan sepenuh hati.