Gehu Pedas: Gorengan Tahu Isi Sayur dengan Sensasi Pedas Ekstra Khas Sunda

Gehu Pedas: Gorengan Tahu Isi Sayur dengan Sensasi Pedas Ekstra Khas Sunda – Di antara beragam jenis gorengan yang tersebar di seluruh Indonesia, gehu pedas memiliki tempat istimewa di hati para pecinta jajanan gurih. Nama “gehu” sendiri merupakan singkatan dari toge jeung tahu, yang dalam bahasa Sunda berarti “tauge dan tahu.” Makanan ini lahir dari kreativitas masyarakat Sunda yang gemar memadukan bahan sederhana menjadi hidangan lezat dan mengenyangkan. Seiring waktu, gehu pun berevolusi menjadi varian yang lebih menggoda: gehu pedas, dengan isian sayur dan sambal yang menggugah selera.

Awalnya, gehu hanya berisi campuran tauge dan sedikit irisan wortel, dibungkus dalam tahu putih, lalu digoreng dengan balutan tepung. Namun, masyarakat Jawa Barat yang dikenal memiliki selera pedas tinggi, mulai menambahkan potongan cabai rawit, daun bawang, dan bumbu rempah agar rasanya semakin nendang. Inovasi sederhana itu membuat gehu pedas berbeda dari tahu isi biasa—ia menghadirkan sensasi pedas menggigit yang membangkitkan selera di setiap gigitan.

Menariknya, gehu pedas tidak hanya populer di Bandung, tetapi juga menyebar ke berbagai kota lain di Indonesia. Di Jakarta, Bogor, hingga Yogyakarta, para pedagang gorengan sering kali menyertakan gehu pedas di antara jajaran tempe mendoan, bakwan, dan risoles. Bahkan di beberapa daerah, gehu pedas dijual dengan berbagai modifikasi—mulai dari ukuran jumbo, isian campuran ayam cincang, hingga keju parut untuk menambah cita rasa gurih.

Ciri khas utama dari gehu pedas terletak pada keseimbangan rasa: gurih dari tahu, renyah dari tepung goreng, segar dari sayuran, dan pedas yang membakar lidah secara perlahan. Kombinasi inilah yang menjadikan jajanan ini tidak hanya sebagai pelengkap teh sore, tetapi juga sebagai ikon kuliner kaki lima khas Sunda yang autentik.


Rahasia Kelezatan Gehu Pedas: Bahan, Teknik, dan Variasi

Meskipun terlihat sederhana, membuat gehu pedas yang lezat sebenarnya membutuhkan perhatian terhadap detail. Mulai dari pemilihan tahu hingga racikan isian dan adonan tepungnya, setiap tahap memengaruhi hasil akhir.

1. Pemilihan Tahu yang Tepat
Tahu yang digunakan biasanya adalah tahu putih padat yang mudah dibelah namun tidak mudah hancur. Beberapa pedagang memilih tahu Sumedang karena teksturnya yang lembut namun kenyal. Tahu ini kemudian dilubangi di bagian tengah untuk menampung isian. Sebelum diisi, tahu sering direndam dalam larutan garam dan bawang putih agar lebih gurih dan tidak terasa hambar setelah digoreng.

2. Isian Sayur Pedas yang Menggoda
Isian gehu pedas menjadi daya tarik utama. Campuran tradisional terdiri dari tauge, wortel, kol, daun bawang, dan cabai rawit. Semua bahan diiris halus dan ditumis sebentar dengan bumbu dasar seperti bawang putih, garam, dan merica. Untuk versi ekstra pedas, jumlah cabai rawit ditingkatkan atau diganti dengan cabai setan. Beberapa penjual bahkan menambahkan sambal ulek langsung ke dalam adonan isian untuk hasil yang lebih menggigit.

Bagi yang ingin cita rasa lebih kompleks, bisa menambahkan protein seperti ayam suwir, udang kecil, atau daging cincang. Ini menjadikan gehu tidak hanya sekadar gorengan ringan, tetapi juga camilan yang mengenyangkan.

3. Adonan Tepung Renyah dan Gurih
Lapisan tepung yang melindungi tahu saat digoreng memiliki peran penting. Campuran tepung terigu, tepung beras, dan sedikit maizena menciptakan tekstur renyah di luar namun lembut di dalam. Tambahan bumbu seperti ketumbar, bawang putih halus, dan kunyit bubuk memberi aroma khas serta warna kuning keemasan yang menggoda. Beberapa penjual menambahkan baking powder untuk hasil yang lebih renyah dan mengembang.

4. Teknik Penggorengan Sempurna
Gehu digoreng dalam minyak panas dengan api sedang agar matang merata. Jika minyak terlalu panas, bagian luar akan gosong sebelum isinya matang. Sebaliknya, jika terlalu dingin, tahu akan menyerap minyak berlebih dan menjadi lembek. Saat matang sempurna, gehu pedas memiliki warna cokelat keemasan dan mengeluarkan aroma khas tahu goreng yang gurih.

5. Sajian dan Pendamping
Gehu pedas paling nikmat disantap saat masih hangat. Biasanya disajikan dengan sambal cocol, cabai rawit utuh, atau saus tomat bagi yang tidak tahan pedas. Di warung-warung Sunda, gehu pedas sering disajikan bersama gorengan lain seperti bala-bala (bakwan sayur), cireng, atau pisang goreng, menjadi pelengkap sempurna saat minum teh manis panas di sore hari.

6. Variasi Modern dan Inovatif
Seiring berkembangnya selera masyarakat, banyak inovasi muncul dalam penyajian gehu pedas. Ada gehu pedas keju mozzarella yang meleleh di dalamnya, gehu pedas ayam suwir sambal matah, hingga gehu crispy jumbo dengan isian berlimpah. Beberapa kafe dan restoran di Bandung bahkan memasukkan gehu pedas ke dalam menu fusion food seperti gehu burger atau gehu rice bowl.

Inovasi tersebut tidak menghilangkan identitas tradisionalnya, justru memperluas daya tariknya bagi generasi muda yang gemar mencoba hal baru. Dengan tampilannya yang modern dan rasa yang tetap khas, gehu pedas kini bisa ditemukan tidak hanya di gerobak pinggir jalan, tetapi juga di kafe kekinian dan festival kuliner.


Gehu Pedas dalam Budaya Kuliner Sunda

Dalam budaya Sunda, makanan bukan sekadar pengisi perut, tetapi juga bentuk ekspresi kehangatan dan kebersamaan. Gehu pedas sering kali menjadi simbol dari kesederhanaan yang membawa kebahagiaan. Masyarakat Sunda memiliki tradisi berkumpul sambil menikmati kudapan ringan di sore hari, dan gorengan seperti gehu selalu hadir di atas meja bersama teh tawar atau kopi hitam.

Selain itu, gehu juga mencerminkan filosofi keseimbangan dalam budaya Sunda—antara rasa pedas, gurih, segar, dan renyah. Kombinasi ini menggambarkan harmoni dalam hidup yang selalu dijaga oleh masyarakatnya. Tak heran, gehu pedas dianggap bukan sekadar makanan, tetapi juga representasi dari karakter orang Sunda yang ramah, hangat, dan penuh semangat.

Menariknya, di beberapa daerah Jawa Barat, gehu pedas juga dijadikan pelengkap dalam acara ngaliwet—tradisi makan bersama dari satu wadah besar beralas daun pisang. Dalam suasana itu, gehu disajikan bersama lauk lain seperti ikan asin, sambal, dan lalapan. Kehadirannya menambah warna dalam kebersamaan, memberikan sensasi pedas yang membuat suasana semakin hidup.

Sementara di kota besar seperti Bandung, gehu pedas justru menjadi ikon kuliner jalanan yang mewakili semangat urban. Banyak anak muda yang berburu gehu pedas di malam hari di warung tenda atau lapak gorengan legendaris. Salah satu yang terkenal adalah “Gehu Pedas Extra Mang Jaja” di kawasan Dago, yang sudah berjualan sejak tahun 1990-an. Tahu isi sayur pedas racikan Mang Jaja dikenal karena tingkat kepedasannya bisa dipesan sesuai selera—dari level 1 hingga level 10.

Popularitas gehu pedas bahkan meluas ke media sosial. Banyak kreator konten kuliner yang membuat video mukbang atau review street food dengan menu ini. Melihat ekspresi mereka ketika kepedasan namun tetap ketagihan menjadi daya tarik tersendiri bagi penonton. Dari sinilah, gehu pedas semakin dikenal oleh generasi muda sebagai kuliner lokal yang seru untuk dicoba.


Kesimpulan

Gehu pedas bukan sekadar gorengan tahu isi, melainkan simbol dari kreativitas kuliner Sunda yang mampu bertahan di tengah arus modernisasi. Dari asalnya yang sederhana—tauge dan tahu—gehu telah berkembang menjadi camilan favorit lintas generasi. Cita rasanya yang memadukan gurih, segar, dan pedas menjadikannya sempurna sebagai teman minum teh di sore hari atau camilan tengah malam saat hujan turun.

Keberhasilan gehu pedas bertahan hingga kini menunjukkan bahwa kekuatan kuliner lokal terletak pada kemampuannya beradaptasi tanpa kehilangan jati diri. Inovasi seperti penambahan keju, ayam suwir, atau sambal khas daerah lain menunjukkan bagaimana gehu pedas bisa terus berevolusi mengikuti selera zaman.

Lebih dari itu, gehu pedas juga mengajarkan nilai-nilai budaya: kebersamaan, kesederhanaan, dan semangat berbagi. Setiap gigitan membawa kenangan tentang warung kecil di pinggir jalan, aroma minyak panas yang menggoda, dan tawa ringan di tengah obrolan santai.

Di tengah derasnya arus kuliner modern, gehu pedas tetap berdiri tegak sebagai ikon kuliner rakyat yang membanggakan. Bagi siapa pun yang pernah mencicipinya, sensasi pedas khas Sunda ini tak mudah dilupakan. Karena di balik rasa pedasnya yang membara, tersimpan kehangatan dan cinta terhadap tradisi yang membuatnya terus hidup dari generasi ke generasi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top