Burayot Garut: Kue Berbentuk Bergelantungan dengan Tekstur Unik

Burayot Garut: Kue Berbentuk Bergelantungan dengan Tekstur Unik – Di tengah pesona kuliner tradisional Jawa Barat, ada satu jenis kue yang sering kali membuat penasaran siapa pun yang melihatnya pertama kali: Burayot. Nama yang terdengar lucu ini sebenarnya berasal dari bahasa Sunda, yang berarti menggantung atau menjuntai. Penamaan itu tidak lepas dari bentuk khas kue ini yang tampak seperti kantong kecil berwarna cokelat keemasan, bergelantungan saat dijemur setelah digoreng.

Burayot adalah salah satu kuliner khas dari Kabupaten Garut, tepatnya dari daerah Leles dan sekitarnya. Meski tidak sepopuler dodol atau keripik dorokdok, burayot memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Sunda di pedesaan. Konon, kue ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu dan sering disajikan dalam acara syukuran, hajatan, hingga sebagai bekal perjalanan.

Bahan dasarnya sederhana — hanya menggunakan tepung beras, gula merah, dan minyak kelapa — namun cara pembuatannya menuntut ketelatenan tinggi. Filosofinya pun dalam: bentuk yang menggantung melambangkan kesabaran dan keseimbangan hidup, sementara rasa manis dan gurihnya mencerminkan keharmonisan antara manusia dengan alam.

Satu hal yang menarik dari burayot adalah proses pembuatannya yang masih mempertahankan cara tradisional tanpa mesin modern. Para pengrajin biasanya membuatnya dengan tangan, menggoreng satu per satu dalam wajan besar, kemudian menggantungkan hasilnya di tali bambu atau kayu agar bentuknya tetap unik.

Kue ini sering dijumpai di pasar tradisional Garut atau di toko oleh-oleh yang menjual produk khas daerah Priangan. Namun, popularitasnya kini mulai menembus media sosial, terutama karena bentuknya yang fotogenik dan kisah lokalnya yang kuat — membuat burayot menjadi simbol warisan kuliner yang tak lekang oleh waktu.


Proses Pembuatan dan Keunikan Teksturnya

Jika dilihat sepintas, burayot tampak seperti adonan kue goreng biasa. Namun, rahasianya terletak pada proporsi bahan dan teknik penggorengan. Proses ini membutuhkan keterampilan yang diwariskan turun-temurun.

Langkah pertama adalah mencairkan gula merah dengan sedikit air hingga menjadi larutan kental berwarna cokelat tua. Setelah itu, larutan ini dicampur dengan tepung beras dan sedikit tepung ketan untuk memberi kekenyalan. Campuran kemudian diaduk hingga kalis, membentuk adonan pekat yang lembut dan tidak terlalu encer.

Berbeda dari kue lain, adonan burayot tidak langsung dicetak. Pengrajin biasanya mengambil satu sendok adonan, lalu membentuknya secara spontan dengan tangan saat dimasukkan ke dalam minyak panas. Proses ini dilakukan dengan hati-hati agar adonan mengembang sempurna dan membentuk kantong udara di bagian tengahnya.

Begitu adonan mulai mengembang, bagian ujung kue kemudian diangkat menggunakan sebatang bambu atau lidi sambil terus digoreng — inilah yang membuatnya tampak menggantung di sisi wajan. Dari situlah muncul nama “burayot”, karena selama proses penggorengan, adonan dibiarkan menjuntai hingga bagian dalamnya matang sempurna.

Hasil akhirnya adalah kue berbentuk bulat menggantung dengan warna cokelat keemasan. Teksturnya luar biasa menarik: bagian luar renyah dan sedikit berminyak, sementara bagian dalamnya kenyal, lembut, dan sedikit berongga. Ketika digigit, rasa manis dari gula merah berpadu dengan aroma khas minyak kelapa, memberikan sensasi yang autentik dan nostalgia.

Keunikan lain dari burayot adalah cara penjualannya. Setelah digoreng, kue ini biasanya tidak langsung dikemas, melainkan digantung berderet-deret di tali bambu — baik untuk mendinginkan maupun menjaga bentuknya tetap utuh. Tampilan ini membuat burayot sering menjadi daya tarik tersendiri di pasar tradisional Garut, karena dari jauh terlihat deretan kue cokelat menggantung seolah sedang menari tertiup angin.

Meskipun tampilannya sederhana, tidak semua orang bisa membuat burayot yang sempurna. Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga suhu minyak. Jika terlalu panas, bagian luar akan gosong sebelum bagian dalam matang; sebaliknya, jika terlalu dingin, kue akan menyerap terlalu banyak minyak dan menjadi lembek.

Karena tekniknya rumit, banyak pengrajin burayot yang masih setia dengan cara manual — menggunakan perasaan dan pengalaman, bukan alat pengukur suhu atau timer. Hal inilah yang membuat burayot tetap menjadi simbol artisan food, di mana setiap potong kue memiliki sentuhan khas pembuatnya.

Kini, inovasi mulai muncul. Beberapa pembuat burayot menambahkan varian rasa baru seperti vanila, pandan, bahkan kopi. Namun, bagi para pencinta kuliner tradisional, versi klasik dengan aroma gula aren tetap menjadi primadona.


Nilai Budaya dan Upaya Pelestarian

Selain sebagai makanan ringan, burayot memiliki makna sosial yang mendalam. Di daerah asalnya, burayot sering dijadikan hadiah dalam upacara adat atau perayaan hari besar keagamaan. Kue ini melambangkan kesederhanaan, kerja keras, dan kebersamaan.

Dalam masyarakat Sunda, makanan bukan hanya untuk mengenyangkan, tetapi juga sarana untuk mengekspresikan rasa syukur dan menjaga hubungan sosial. Burayot sering menjadi tanda kasih antar tetangga atau buah tangan bagi tamu yang datang ke desa.

Namun, seiring perkembangan zaman, produksi burayot sempat mengalami penurunan. Generasi muda lebih tertarik pada jajanan modern seperti donat, brownies, atau pastry impor. Di sisi lain, beberapa pembuat burayot sudah lanjut usia, dan tidak banyak anak muda yang mau meneruskan keahlian membuat kue tradisional ini.

Untungnya, kesadaran untuk melestarikan kuliner lokal mulai tumbuh kembali. Pemerintah Kabupaten Garut bersama beberapa komunitas kuliner lokal kini aktif mempromosikan burayot dalam berbagai festival dan pameran budaya. Bahkan, beberapa pelaku UMKM mulai menjual burayot dalam kemasan modern — dengan label dan branding yang menarik tanpa mengubah resep aslinya.

Selain itu, sejumlah sekolah pariwisata dan kuliner juga mulai memasukkan burayot dalam kurikulum pelatihan sebagai bentuk pengenalan makanan tradisional. Generasi baru diajarkan bukan hanya cara membuatnya, tetapi juga nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Dalam konteks ekonomi, burayot juga berpotensi menjadi produk unggulan daerah Garut. Dengan bahan yang mudah didapat dan biaya produksi yang relatif murah, burayot dapat menjadi alternatif bisnis rumahan yang menjanjikan. Beberapa penjual bahkan berhasil menjualnya secara daring, mengemasnya dalam bentuk kering yang tahan lama sehingga bisa dikirim ke luar kota.

Popularitasnya mulai naik kembali sejak banyak wisatawan yang berkunjung ke Garut membagikan foto deretan burayot menggantung di media sosial. Bentuknya yang unik membuatnya mudah viral dan menarik perhatian pencinta kuliner dari berbagai daerah.

Lebih dari sekadar kue, burayot kini menjadi ikon identitas lokal. Ia mencerminkan kreativitas masyarakat Garut dalam mengolah bahan sederhana menjadi sesuatu yang bernilai tinggi. Dalam setiap gigitannya, tersimpan cita rasa masa lalu dan semangat pelestarian tradisi yang terus hidup di tengah arus modernisasi.


Kesimpulan

Burayot Garut bukan sekadar jajanan manis, tetapi juga simbol kebijaksanaan lokal dan ketekunan tradisional. Dari proses pembuatannya yang membutuhkan kesabaran hingga filosofi yang terkandung di balik namanya, burayot menghadirkan lebih dari sekadar rasa — ia membawa cerita panjang tentang kehidupan masyarakat Sunda yang bersahaja namun kreatif.

Teksturnya yang unik, dengan perpaduan renyah dan kenyal, menjadikan burayot berbeda dari kue tradisional lainnya. Sementara bentuknya yang bergelantungan adalah hasil dari teknik penggorengan khas yang diwariskan turun-temurun.

Kini, di tengah derasnya gempuran makanan modern, burayot tetap bertahan sebagai warisan kuliner yang layak diapresiasi. Upaya pelestarian yang dilakukan masyarakat dan pemerintah daerah menjadi langkah penting agar kue ini tidak hanya dikenal di Garut, tetapi juga di seluruh Nusantara.

Setiap kali Anda mencicipi burayot, Anda sesungguhnya sedang menikmati sepotong sejarah, tradisi, dan filosofi hidup orang Sunda. Ia adalah bukti bahwa cita rasa tak harus rumit, asal dibuat dengan cinta dan diwariskan dengan kebanggaan. Burayot bukan hanya kudapan — ia adalah jembatan antara masa lalu yang sederhana dan masa kini yang penuh makna.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top